Masih ada Peluang di Dalam Permen nomer P. 20 tahun 2018

Data dari berbagai sumber menjelaskan,Selama 25  tahun terakhir, kondisi populasi burung di Indonesia semakin memprihatinkan. Dari total 1.666 spesies burung yang ada di Indonesia, 17 persennya terancam punah. Penyebabnya banyak,mulai dari pembalakan hutan secara liar,pengambilan burung di alam untuk d ekspor dan juga untuk para penghoby burung di indonesia sendiri yang dari 25 tahun terahir terus meningkat.puncaknya sekarang ini dengan banyaknya lomba burung di seluruh penjuru negri di tuding sebagai penyebabnya.Namun,Benarkah lomba burung turut menyebabkan punahnya burung di negri tercinta ini? Baru-baru ini, pemerintah bahkan mengeluarkan peraturan baru yakni Permen Nomer P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang jenis tumbuhan dan satwa dilindungi. Peraturan ini menggantikan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3803).

Pada mulanya, penggemar burung berkicau di negri ini(kicau mania) acuh terhadap peraturan pemerintah terhadap burung dilindungi. Buktinya, penjarahan masih tetap marak terhadap burung dilindungi seperti Burung Madu atau Sunbird (kicaumania Indonesia banyak menyebutnya Kolibri walau sebenarnya bukan)tetapi alhamdulilah untuk kolibri ninja (konin) yang ahir-ahir ini sedang ramai baik di komunitas online dan perlombaan tidak masuk dalam permen nomer P. 20 tersebut(padahal dalam aturan pemerintah no 7 tahun 1999 termasuk burung di lindungi.Pleci (Zosterops), Branjangan (Mirafra Javanica) dan lain sebagainya baik untuk dipelihara maupun dikonteskan.Namun kenapa dengan munculnya Permen baru yang diberlakukan per bulan Juli ini seakan-akan banyak yang merasa terancam? Penyebabnya, dalam peraturan ini, pemerintah memasukkan daftar baru dimana jenis-jenis burung tersebut sedang menjadi primadona dalam perlombaan burung berkicau. Di antaranya Murai Batu atau Kucica Hutan (Copsychus Malabaricus), Cucak Ijo (Chloropsis Sonnerati), Cucak Rawa (Pycnonotus Zeylanicus), dan Jalak Suren (Gracupica Contra).

Keresahan kicaumania ini memang wajar. Sebab, bisa jadi burung jenis tersebut, khususnya Murai Batu, sudah ada jutaan ekor di tangan kicaumania. Bahkan, tidak sedikit yang telah merogoh kocek sangat dalam untuk memelihara jenis burung itu, terutama yang kualitas lomba. Selain takut disita, ditambah ada ancaman sanksi bagi yang sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan itu berupa pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100 juta. Kemudian bagi yang dianggap lalai melanggarnya maka bisa disanksi pidana maksimal 1 tahun dan denda paling banyak Rp 50 juta.Keresahan itu tidak hanya merasuki kicaumania, para pelaku bisnis di dunia hobi burung berkicau pun turut kebakaran jenggot. Lumrah, sebab lahan bisnis mereka pasti terusik. Omset yang jutaan bahkan miliaran rupiah terancam turun drastis. Sebut saja para pedagang burung, pedagang/pengrajin sangkar beserta aksesoris, pedagang pakan dan obat-obatan hingga Event Organizer (EO) yang kerap menggelar lomba burung berkicau.

Peraturan kontroversial ini mendapat respon pro dan kontra di lingkungan kicaumania. Ada yang mendukungnya dengan alasan demi kelestarian burung di alam, ada pula yang menentangnya karena sudah dianggap memberikan dampak perekonomian terhadap masyarakat, kicaumania khususnya.Benarkah peraturan yang keluar di rezim Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang notabene pecinta burung juga ini menjadi ancaman bagi kicaumania? Atau justru menjadi peluang tersendiri bagi masyarakat kicaumania?Tentu saja pemerintah mengeluarkan peraturan tersebut bukan tanpa sebab. Jenis-jenis burung Indonesia pada saat ini banyak yang mengalami ancaman kepunahan. Apalagi, kelestarian burung sangat berpengaruh terhadap kelestarian hutan. Tentu saja kerusakan hutan banyak sekali penyebabnya.

Perubahan-perubahan lingkungan terutama akibat pembukaan lahan membuat jenis-jenis burung tersebut tidak dapat bertahan. Meskipun burung memiliki tingkat mobilitas yang tinggi, tidak serta merta membuatnya dapat bertahan. Luasnya habitat burung yang rusak membuatnya tetap mengalami tekanan.Belum ditambah jumlah areal luasan hutan yang semakin berkurang dengan adanya kegiatan illegal loging maupun izin pemanfaatan hutan secara tak terkendali dapat mengancam keberadaan fauna burung juga.

Kerusakan hutan di Indonesia cukup memprihatinkan. Berdasarkan catatan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, sedikitnya 1,1 juta hektar atau 2% dari hutan Indonesia menyusut tiap tahunnya. Dari sekitar 130 juta hektar hutan yang tersisa di Indonesia, 42 juta hektar di antaranya sudah habis ditebang.Dari sekian banyak faktor yang memicu kerusakan habitat, adalah kesadaran manusia yang rendah tentang fungsi hutan, dan sikap serakah menjarah hutan untuk kepentingan sesaat lah yang menjadi permasalahan utama.Seiring dengan rusaknya hutan, populasi burung juga ikut menurun. Kemampuan bertahan yang menurun membuat angka kematian menjadi lebih tinggi daripada angka kelahiran pada jenis-jenis burung tertentu. Lambat laun populasi jenis-jenis burung tersebut terus menurun hingga angka terendah.

Menurunnya populasi burung ini menjadikan banyak jenis burung menjadi terancam diambang kepunahan, serta menempatkan Indonesia sebagai negara yang spesies burungnya paling banyak terancam punah.Untuk melindungi habitat spesies burung, pemerintah Indonesia sebenarnya telah melakukan berbagai upaya. Di antaranya perluasan kawasan konservasi, baik berupa kawasan pelestarian alam, kawasan suaka  alam, maupun hutan lindung. Meskipun perluasan kawasan konservasi ini tidak sebanding dengan laju kerusakan hutan.Untuk meminimalkan kerusakan hutan yang terjadi, banyak faktor yang harus dibenahi. Dimulai dari ekonomi masyarakat, kesadartahuan masyarakat tentang pentingnya menjaga hutan, Perundangan yang pro dengan menjaga lingkungan (hutan), Sistem hukum yang tegas dalam penanganan kasus, dan ilmu pengetahuan yang berguna dalam upaya konservasi hutan.

Sayangnya, upaya yang bertujuan untuk mencegah kepunahan jenis burung tertentu itu, terbentur oleh kenyataan sosial-ekonomi masyarakat. Inginnya melindungi supaya jangan punah, tapi kalau perut keroncongan, susah juga. Di sinilah pemerintah harus berperan untuk mensejahterahkan masyarakatnya. Kalau tidak, kepunahan tidak bisa dibendung lagi.Kondisi inilah yang membuat kicaumania muncul memainkan perannya ibarat malaikat penyelamat. Alih-alih demi melestarikan burung-burung yang terimbas penjarahan hutan, kicaumania menawarkan diri untuk memelihara burung-burung tersebut.Memang benar adanya, di tangan kicaumania burung-burung tersebut terawat dengan baik. Selain untuk didengarkan ocehan merdunya, tidak sedikit burung-burung ini dikembangbiakan dengan menangkarnya.

Fenomena berkembangnya dunia perburungan yang menjelma menjadi industri perburungan rupanya banyak menyita kalangan. Baik masyarakat kecil, pengusaha, anggota Dewan, Pemimpin Daerah hingga Presiden. Bisa dikatakan setiap hari ada lomba burung berkicau baik skala latihan bersama (latber), latihan prestasi (latpres), lomba regional hingga lomba nasional.Maraknya lomba burung ini tentu saja membuka lapangan pekerjaan dan lapangan usaha bagi masyarakat. Mereka bisa ternak jangkrik, mencari kroto makanan burung dan obat-obatan, pengrajin buat sangkar, bisnis EO, profesi juri, hingga merambah bisnis media. Belum ditambah UMKM yang turut menikmati dampak ekonominya dari lomba burung. Namun, juga menjadi pemicu maraknya penangkapan burung di hutan seiring dengan tingginya permintaan kicaumania.

Sebelumnya, Kepala Negara mengutarakan harapan, bahwa penangkaran burung di Indonesia selain untuk mempertahankan spesies burung dari kepunahan, dapat menumbuhkan ekonomi kerakyatan, mengingat banyaknya penggemar maupun komunitas burung di Tanah Air. Bahkan orang nomer satu RI ini sempat mengutarakan ada perputaran uang sebesar Rp 1,7 triliun. Itu belum perputaran uang kegiatan illegalnya.Dilema ini terjadi pada setiap hal yang melibatkan kepentingan para environmentalist versus economist. Dua sudut pandang yang sering sulit dipertemukan.

Sebab, pertumbuhan ekonomi itu sangat penting, akan tetapi kebahagiaan yang akan kita dapat dengan mempunyai lingkungan alam yang lestari juga tidak kalah pentingnya. Dua hal tersebut harus berjalan beriringan tanpa mengorbankan salah satunya.Saya pribadi, menilai dengan adanya Permen Nomer P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 ini justru akan memberikan angin segar bagi kicaumania. Permen ini akan menjadi penyelamat keberlangsungan dunia hobi burung berkicau. Perekonomian di dunia hobi ini juga akan semakin meningkat. Itu bila kita bisa bijak membaca peluang-peluangnya. Dan yang paling penting, organisasi-organisasi perburungan harus bisa memainkan peranannya, tidak hanya memikirkan isi perutnya.

Bagaimana bisa jadi penyelamat? Pasalnya peraturan ini masih memberikan kelonggaran dengan memperbolehkan burung-burung tersebut dilombakan. Tentu saja dengan persyaratan harus dari penangkaran.Dengan begitu, para penangkar akan lebih semangat lagi untuk mengembangkan tangkarannya. Sebab ada jaminan produknya akan terserap bila lomba burung jenis itu diwajibkan hasil penangkaran. Diketahui, selama ini tidak sedikit para penangkar yang kesusahan menjual hasil produknya karena kalah bersaing dengan burung muda hutan atau burung yang diimpor dari negara tetangga.Hal ini juga pasti akan memicu lahirnya penangkar-penangkar baru. Apalagi, dengan semakin meningkatnya permintaan burung hasil penangkaran, tentu saja akan mendongkrak nilai ekonominya menjadi bagus.

Bila ini berjalan lancar, sudah pasti segala aspek bisnis dalam hobi burung berkicau tetap berjalan. Malah bisa jadi makin meningkat. Sebab makin banyaknya penangkar, makin banyaknya kicaumania yang akan lebih mudah mendapatkan burung tersebut dibandingkan dari Alam yang semakin langka dan semakin mahal. Baik itu pedagang sangkar, pakan burung, peternak jangkrik berpeluang mendapat permintaan lebih banyak.Lalu bagaimana dengan dunia lombanya? Apakah akan makin sepi peserta? Bisa jadi benar bisa jadi salah. Namun fakta membuktikan lomba yang digelar salah satu organisasi perburungan (Pelestari Burung Indonesia/PBI) yang membuka kelas khusus ring selalu ramai peminat. Justru dengan semakin banyaknya dibuka kelas khusus ring, akan membuat para penangkar semangat berlomba-lomba mencetak burung dengan kualitas bagus.

Hal ini tentu saja secara langsung atau tidak langsung turut mencegah masuknya burung-burung impor dari negara tetangga. Ini yang harus dipahami kicaumania, masuknya burung impor tersebut hanya akan memberikan dampak negatif. Tidak hanya bisa merusak kemurnian galur burung endemik Indonesia, tapi juga sama sekali tidak memberikan dampak positif terhadap perekonomian. Yang ada hanya makin marak penyelundupan dan makin mempertebal isi dompet importir saja.Jangan sampai Indonesia hanya dijadikan pangsa pasar negara-negara tersebut. Sedangkan di negara mereka sendiri peraturannya sudah ketat. Di Malaysia misalnya, untuk memelihara Murai Batu harus mengantongi surat izin. Begitu juga untuk perlombaan, harus burung-burung yang sudah pegang Surat legalitas.

Bisa dimaklumi bagi kicaumania yang sudah terlanjur memelihara hasil tangkapan hutan menjadi galau. Bagaimana nasib burungnya? Akankah disita pemerintah? Atau malah pemiliknya akan dipidanakan? Tentu saja iya, bila kicaumania melanggar aturannya. Namun bersyukur dalam aturan tersebut penghobi diberikan peluang untuk memeliharanya. Di sinilah kicaumania diuji sejauh mana kecintaannya terhadap burung berkicau. Kicaumania diharapkan untuk mengurus perizinannya memelihara burung yang dilindungi. Atau kicaumania diminta keikhlasannya untuk turut menangkar burung yang sudah terlanjur dipelihara.

Bila tidak ada waktu atau tidak mengerti bagaimana menangkar, bisa dikerjasamakan dengan penangkar di sekitar Anda. Atau bisa juga bagi yang memiliki perawat burung, sang perawat bisa diberdayakan untuk menangkar.Bagaimana dengan ribetnya proses perizinannya? Bisa dimaklumi bila kicaumania ada rasa alergi berurusan dengan instansi pemerintah. Mungkin sebelum melakukannya sudah dihantui ketakutan berurusan dengan oknum yang tidak bertanggung jawab. Dibutuhkan peran organisasi perburungan yang diharapkan bisa mewadahi kicaumania dalam mengajukan izin penangkaran. Langkah ini juga diharapkan untuk menghindari ulah oknum tersebut.

Dari penjelasan di atas yang di ambil dari sumber di grup-grup media sosial dan sedikit di edit,seharusnya kicau mania tetap berbesar hati,karena masih banyak peluang usaha di dalam peraturan baru tersebut.mari dukung permen nomer P. 20 tahun 2018, sehingga burung di alam tetap terjaga seperti sedia kala dan kita para penghoby dan peternak burung tetap danpat menikmati hasilnya.meski harus mengeluarkan uang untuk dapat memelihara dan menangkarkan burung yang terdaftar dalam permen nomer P. 20 tahun 2018.

Salam kicau mania….

Tinggalkan komentar